BusinessUpdate – Pendiri jenama fesyen SukkhaCitta, Denica Riadini-Flesch mengungkap alasan di balik mahalnya pakaian berbahan dasar ramah lingkungan.
Menurut Denica, kita jangan melihat harga dari price tag saja, tetapi juga biaya bajunya per dipakai. Ia mencontohkan, ada produk pakaian seharga Rp200 ribu, tetapi hanya tahan dipakai sebanyak 8 kali. Bila dihitung dengan logika per pemakaian, pakaian tersebut seharga sekitar Rp25 ribu per pemakaian.
Angka tersebut jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga pakaian berbahan dasar ramah lingkungan yang biasanya cukup mahal saat awal dibeli. Jika satu produk pakaian dijual seharga Rp1 juta, tetapi dapat digunakan berulang kali selama bertahun-tahun, maka harga per pemakaian pakaian tersebut tentu kurang dari Rp25 ribu.
“Jadi, kita juga perlu memberi pemahaman ke konsumen supaya kita tidak menilai sesuatu dari price tag, kita perlu tau ada apa di baliknya,” kata Denica, dikutip dari Antara, Sabtu (23/11/2024).
Sebagai informasi, jenama (merek) SukkhaCitta mengusung konsep farm to closet atau dari pertanian ke pakaian jadi. Melalui konsep tersebut, SukkhaCitta dapat menghasilkan pakaian berkualitas tinggi yang dibuat secara tradisional dan menjualnya secara langsung di laman situs resmi mereka dan gerai luring.
Menariknya, SukkhaCitta menggunakan serat kapas yang ditanam langsung oleh petani lokal di sejumlah wilayah di Indonesia. Untuk menjaga keberlanjutan ekosistem lahan tanaman kapas, Denica menerapkan teknik pertanian regeneratif.
Teknik regeneratif mengutamakan efisiensi penggunaan lahan, peningkatan kesehatan dan regenerasi tanah, serta konservasi keanekaragaman hayati. Bahkan, jenama tersebut juga menggunakan pewarna alami yang ditanam bersamaan dengan kapas, sehingga produk-produk SukkhaCitta telah terjamin ramah lingkungan.
Selain menggandeng petani lokal, SukkhaCitta juga menggandeng perajin kain lokal dalam pembuatan produk-produk pakaian mereka. Hal ini dilakukan sebagai upaya mereka dalam memberdayakan masyarakat lokal, terutama kaum perempuan.
Oleh sebab itu, pakaian berbahan dasar ramah lingkungan biasanya memiliki harga lebih tinggi dibandingkan harga pakaian pada umumnya karena membutuhkan proses yang panjang.
Melalui upayanya untuk memberdayakan lingkungan dan perajin lokal, Denica berharap pakaian berbahan dasar ramah lingkungan dapat menjadi pilihan utama bagi masyarakat.
Untuk pasar pakaian berbahan dasar ramah lingkungan di Indonesia, Denica mengatakan bahwa saat ini peminatnya semakin berkembang. Ia berharap produk ramah lingkungan semakin menjadi pilihan utama masyarakat, khususnya dalam mengurangi dampak perubahan iklim yang saat ini terjadi.
“Makin banyaknya edukasi, saat ini semakin berkembang ya karena semakin kita tahu, maka kita semakin akan mencarinya,” tutup Denica. (pa/jh. Foto: Dok. Antara/Vinny Shoffa Salma)