HomeFIGUREMuslimah dari TKI Menjadi Pengusaha Keripik Canthir

Muslimah dari TKI Menjadi Pengusaha Keripik Canthir

BusinessUpdate – Keputusan Muslimah Muslimah (57) untuk pulang ke Tanah Air setelah bertahun-tahun kerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dan Brunei Darussalam ternyata membawa berkah. Kini, ia menjadi pengusaha keripik Canthir.

Saat memutuskan balik ke Indonesia pada 2005 Mak’e, panggilan akrab Muslimah, belum tahu masa depannya. Mau berjualan apa juga belum kepikiran. Akhirnya, di usia 38 tahun Mak’e mulai berjualan makanan.

Dengan modal Rp 50.000, ia mulai membuat pisang aroma coklat. “Saya titip di bengkel depan rumah, kebetulan adik suami saya buka bengkel. Kok dari pisang 5 biji itu kok bisa jadi banyak,” kata Mak’e, dikutip dari Kompas, Selasa (12/3/2024).

Ia pun optimistis untuk berjualan pisang. Kemudian, ia merekrut karyawan dan membuka gerai pisang aroma coklat sendiri tak jauh dari rumahnya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. 

Tak hanya fokus di pisang aroma coklat, ia juga menerima pesanan berbagai jenis makanan yang lain. Muslimah pernah menjual berbagai macam makanan mulai dari bubur sumsum, peyek, manisan kolang-kaling, manisan pepaya, sampai nata de coco. 

“Maklum namanya belum ada ilmunya, semua orang pesan diambil gitu kan. Itulah karakter UMKM rata-rata seperti itu,” ujarnya. 

Setelah lima tahun menjalani laku seperti itu, ia mulai menimba ilmu dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo). Muslimah sadar, tanpa adanya ilmu yang memadai soal bisnis makanan, usahanya berdarah-darah selama tiga tahun. 

“Setelah beberapa tahun, saya mulai berpikir, kok capek ya bikin bubur sumsum kalau tidak habis basi, akhirnya saya beralih ke apa ya yang kering, di kampung saya ingat, itu (canthir) keluar kalau hari raya saja. Sedangkan di Jakarta butuh makanan bukan saat hari raya saja. Maka saya punya ide, kerupuk yang adanya waktu hari raya saja dengan merk Canthir itu saya buatlah di Jakarta setiap hari,” tambahnya. 

Canthir sendiri dipercaya merupakan makanan yang mulanya berasal dari Jawa Tengah. Namun, Muslimah mengenal Canthir di Lampung, tempat kelahirannya. “Sejak saya kecil namanya canthir, jadi saya hanya melanjutkan branding orang dulu,” ungkapnya. 

Produksi Canthir mulanya hanya sebanyak 35 bungkus yang dijual seharga Rp1.000 per kemasan. Dari sana, produksi kerupuk singkong Canthir terus naik seiring dengan ilmu bisnis Muslimah yang terus bertambah. 

Ia pernah membanjiri semua warung di stasiun mulai dari Bogor sampai Tebet dengan kerupuk singkongnya. Dari sana, Canthir mulai merambah pasar yang lebih luas dan mulai masuk segmen korporat. Namun pada waktu itu, Canthir baru dikenal sebagai kerupuk singkong dalam kemasan plastik bening tanpa label merek yang memadai. 

Ketika ingin mengembangkan bisnis, pasar Canthir di segmen pedagang stasiun justru ambruk karena kebijakan pedangan asongan yang dilarang berjualan di stasiun. Ia lantas meningkatnya produknya ke harga Rp3.000 dan perlahan naik ke harga yang sekarang yakni sekitar Rp10.000 sampai Rp15.000 per bungkus untuk menemukan pasar baru. 

Saat ini, Canthir memang belum dapat ditemui di toko ritel atau swalayan besar. Hal ini juga merupakan strategi bisnis yang diterapkan oleh Muslimah. Ia sadar, Canthir justru memiliki permintaan domestik yang besar di sekitar rumah dan kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Untuk itu, ia fokus memenuhi permintaan lokal, sebelum menggarap pasar yang lebih besar. 

Adapun, produknya juga telah merambah pasar luar negeri lewat sistem jasa titip (jastip). Beberapa permintaan langsung juga kerap kali datang dari luar negeri. Namun, ia tidak menyebut hal itu sebagai ekspor, karena jumlahnya yang masih terbilang sedikit, dan tidak ada stok di luar negeri. 

Muslimah saat ini sudah mengirim produk Canthir ke Turki, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Jepang. Hal itu tak lepas dari pengalaman dan kenalannya ketika menjadi pekerja migran di masa lalu. 

Sekarang dalam satu hari, Canthir dapat laku hingga 100 bungkus untuk kemasan 70 gram. Dalam hitungan kasar, jumlah Canthir yang dapat terjual dalam sebulan mencapai 3.000 bungkus. Dengan harga Rp15.000 per bungkus, omzet Canthir dalam sebulan bisa mencapai Rp45 juta. 

Saat ini, ia juga aktif sebagai motivator yang membantu UMKM untuk berkembang. Muslimah sudah keliling Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Turki untuk membagikan cerita soal membangun sebuah usaha. 

Sekarang ini Muslimah merupakan Ketua Bidang UMKM Badan Ekonomi Syariah Dewan Masjid Indonesia Jakarta. Ia berharap pelatihan UMKM ke depan yang dilakukan oleh pemerintah dapat dimulai dari tingkat yang lebih kecil seperti rukun tetangga (RT). Dengan begitu, akan tersaring mana UMKM yang benar-benar berniat untuk menjadi pengusaha. (jh. Foto: Dok. Depokraya)

Must Read